BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sekurang-kurangnya sejak abad ke-19 M., pemikiran moderen dalam Islam
muncul di kalangan para pemikir Islam yang menaruh perhatian pada kebangkitan
Islam setelah mengalami masa kemunduran dalam segala bidang sejak jatuhnya
kekhilafahan bani Abbasiyah di Baghdad pada 1258 M. akibat serangan Hulagu yang
meluluhlantakan bangunan peradaban Islam yang pada waktu itu merupakan
mercusuar peradaban dunia.
Islam sebagai Agama Samawy mempunyai Konsep universal, Konsep ini meniscayakan bahwa ajaran Islam berlaku pada
setiap waktu, tempat, dan semua jenis manusia, baik bagi bangsa Arab, maupun
non Arab dalam tingkat yang sama, dengan tidak membatasi diri pada suatu
bahasa, tempat, masa, atau kelompok tertentu. Dengan ungkapan lain bahwa nilai
universalisme itu tidak bisa dibatasi oleh formalisme dalam bentuk apapun.
Universalisme Islam juga memiliki makna bahwa Islam telah memberikan
dasar-dasar yang sesuai dengan perkembangan umat manusia. Namun demikian, tidak
semua ajaran yang sifatnya universal itu diformulasikan secara rinci dalam
al-Qur’an dan al-Sunnah. Oleh karenanya, diperlukan upaya untuk
menginterpretasikannya agar sesuai dengan segala tuntutan perkembangan sehingga
konsep universalitas Islam yang mencakup semua bidang kehidupan dan semua jaman
dapat diwujudkan, atau diperlukan upaya rasionalisasi ajaran Islam.
Universalisme Islam menuntut akan adanya aktualisasi nilai-nilai Islam
dalam konteks dinamika kebudayaan. Kontekstualisasi ini tidak lain dari upaya
menemukan titik temu antara hakikat Islam dan semangat jaman. Hakikat Islam
yang rahmah li al-‘alamin berhubungan secara simbiotik
dengan semangat jaman, yaitu kecondongan kepada kebaruan dan kemajuan.
Selanjutnya pencapaian cita-cita
kerahma-tan dan kesemestaan sangat tergantung kepada penemuan-penemuan baru
akan metode dan teknik untuk mendorong kehidupan yang lebih baik dan lebih
maju. Din Samsudin mengatakan bahwa
keuniversalan mengandung muatan kemodernan. Islam menjadi universal justru
karena mampu menampilkan ide dan lembaga modern serta menawarkan etika
modernisasi.
Pembaharuan dalam Islam berbeda dengan renaisans
Barat. Kalau renaisans Barat muncul dengan menyingkirkan agama, maka
pembaharuan dalam Islam adalah sebaliknya, yaitu untuk memperkuat prinsip dan
ajaran-ajaran Islam kepada pemeluknya. Memperbaharui dan menghidupkan kembali
prinsip-prinsip Islam yang dilalaikan umatnya. Oleh karena itu pembaharuan
dalam Islam bukan hanya mengajak maju kedepan untuk melawan segala kebodohan
dan kemelaratan tetapi juga untuk kemajuan ajaran-ajaran agama Islam itu.
Banyak hal menarik dalam kajian pemikiran modern
dalam Islam, dan tidak mungkin semua dibahas dalam makalah ini, untuk itu
penyusun hanya akan membahas hal – hal yang telah penyusun batasi dalam rumusan
masalah saja.
B.
Rumusan
Masalah
Agar
pembahasan tidak melebar, maka perlu dirumuskan masalah yang akan dibahas,
yakni :
1. Apakah
yang dimaksud dengan Pemikiran Islam Modern itu ?
2. Apakah
Landasan Bagi Pembaruan Pemikiran Islam itu ?
3. Faktor
Apakah yang Mempengaruhinya ?
4. Dan
Siapakah Tokoh – Tokoh Pembaharu Islam beserta Pemikirannya ?
C.
Tujuan
Penulisan
Makalah ini disusun dengan tujuan
sebagai berikut :
1. Memenuhi
Tugas Mata Kuliah
2. Ingin
mengetahui definisi Pemikiran Islam Modern
3. Ingin
mengetahui landasan bagi Pembaruan Pemikiran Islam
4. Ingin
mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi munculnya Pemikiran Islam Modern.
5. Ingin
mengetahui tokoh pembaharu Islam dan Pemikirannya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pembaruan dalam Islam
Dalam kosa kata “Islam”, term
pembaruan digunakan kata tajdid,
kemudian muncul berbagai istilah yang dipandang memiliki relevansi makna dengan
pembaruan, yaitu modernisme, reformisme,
puritanis-me, revivalisme, dan fundamentalisme.
Di samping kata tajdid, ada istilah
lain dalam kosa kata Islam tentang kebangkitan atau pembaruan, yaitu kata islah. Kata tajdid biasa
diterjemahkan sebagai “pembaharuan”,
dan islah sebagai “perubahan”. Kedua
kata tersebut secara bersama-sama mencerminkan suatu tradisi yang berlanjut,
yaitu suatu upaya menghidupkan kembali keimanan Islam beserta
praktek-prakteknya dalam komunitas kaum muslimin.
Kata tajdid sendiri secara bahasa
berarti “mengembalikan sesuatu kepada kondisinya yang seharusnya”. Dalam bahasa
Arab, sesuatu dikatakan “jadid” (baru), jika bagian-bagiannya masih erat
menyatu dan masih jelas. Maka upaya tajdid seharusnya adalah upaya untuk
mengembalikan keutuhan dan kemurnian Islam kembali.
Berkaitan hal tersebut, maka pembaruan dalam Islam bukan dalam hal
yang menyangkut dengan dasar atau fundamental ajaran Islam; artinya bahwa
pembaruan Islam bukanlah dimaksudkan untuk mengubah, memodifikasi, ataupun
merevisi nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam dogmatis supaya sesuai dengan
selera jaman, melainkan lebih berkaitan dengan penafsiran atau interpretasi
terhadap ajaran-ajaran dasar agar sesuai dengan kebutuhan perkembangan, serta
semangat jaman. Terkait dengan ini, maka dapat dipahami bahwa pembaruan
merupakan aktualisasi ajaran tersebut dalam perkembangan sosial, budaya, politik,
dan ekonomi.
Pembaharuan Islam
adalah upaya untuk menyesuiakan paham keagamaan Islam dengan perkembangan dan
yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan terknologi modern. Dengan
demikian pembaharuan dalam Islam bukan berarti mengubah, mengurangi atau
menambahi teks Al-Quran maupun Hadits, melainkan hanya menyesuaikan paham atas
keduanya. Sesuai dengan perkembangannya zaman, hal ini dilakukan karena
betapapun hebatnya paham-paham yang dihasilkan para ulama atau pakar di zaman
lampau itu tetap ada kekurangannya dan selalu dipengaruhi oleh kecendrunagan,
pengetahuan, situasional, dan sebagainya. Paham-paham tersebut untuk di masa
sekarang mungkin masih banyak yang relevan dan masih dapat digunakan, tetapi
mungkin sudah banyak yang tidak sesuai lagi.
Dalam Islam sendiri, seputar ide tajdid ini,
Rasulullah saw. sendiri telah menegaskan dalam haditsnya tentang kemungkinan
itu. Beliau mengatakan, yang artinya:
“Sesungguhnya
Allah akan mengutus untuk ummat ini pada setiap pengujung seratus tahun orang
yang akan melakukan tajdid (pembaharuan) terhadap agamanya.”
(HR. Abu Dawud , no. 3740).
Tajdid yang dimaksud oleh Rasulullah saw di sini
tentu bukanlah mengganti atau mengubah agama, akan tetapi – seperti dijelaskan
oleh Abbas Husni Muhammad maksudnya adalah mengembalikannya seperti sediakala
dan memurnikannya dari berbagai kebatilan yang menempel padanya disebabkan hawa
nafsu manusia sepanjang zaman. Terma “mengembalikan agama seperti sediakala”
tidaklah berarti bahwa seorang pelaku tajdid (mujaddid) hidup menjauh dari
zamannya sendiri, tetapi maknanya adalah memberikan jawaban kepada era
kontemporer sesuai dengan Syariat Allah Ta’ala setelah ia dimurnikan dari
kebatilan yang ditambahkan oleh tangan jahat manusia ke dalamnya. Itulah
sebabnya, di saat yang sama, upaya tajdid secara otomatis digencarkan untuk
menjawab hal-hal yang mustahdatsat (persoalan-persoalan baru) yang kontemporer.
Dan untuk itu, upaya tajdid sama sekali tidak membenarkan segala upaya
mengoreksi nash-nash syar’i yang shahih, atau menafsirkan teks-teks syar’i dengan
metode yang menyelisihi ijma’ ulama Islam. Sama sekali bukan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tajdid
dalam Islam mempunyai 2 bentuk:
1.
Pertama, memurnikan agama -setelah perjalanannya
berabad-abad lamanya- dari hal-hal yang menyimpang dari Al-Qur’an dan
As-Sunnah. Konsekuensinya tentu saja adalah kembali kepada bagaimana Rasulullah
saw dan para sahabatnya mengejawantahkan Islam dalam keseharian mereka.
2.
Kedua, memberikan jawaban terhadap setiap persoalan baru
yang muncul dan berbeda dari satu zaman dengan zaman yang lain. Meski harus
diingat, bahwa “memberikan jawaban” sama sekali tidak identik dengan
membolehkan atau menghalalkannya. Intinya adalah bahwa Islam mempunyai jawaban
terhadap hal itu. Berdasarkan ini pula, maka kita dapat memahami bahwa
bidang-bidang tajdid itu mencakup seluruh bagian ajaran Islam. Tidak hanya
fikih, namun juga aqidah, akhlaq dan yang lainnya. Tajdid dapat saja dilakukan
terhadap aqidah, jika aqidah ummat telah mengalami pergeseran dari yang
seharusnya.
B. Landasan Bagi Pembaruan Pemikiran
Islam
Bahwa pembaruan Islam merupakan
suatu keharusan bagi upaya aktualisasi dan kontekstualisasi Islam. Berkaitan
dengan hal ini, maka persoalan yang perlu dijawab adalah hal-hal apa saja yang
dapat dijadikan pijakan (landasan) atau pemberi legitimasi bagi gerakan
pembaruan Islam (tajdid). Landasan tersebut adalah :
1. Landasan
Teologis
Menurut Achmad Jainuri dikatakan bahwa ide
tajdid berakar pada warisan pengalaman sejarah kaum muslimin. Warisan tersebut
adalah landasan teologis yang mendorong munculnya berbagai gerakan tajdid
(pembaruan Islam). Selanjutnya — masih menurut Achmad Jainuri—bahwa landasan
teologis itu terformulasikan dalam dua bentuk keyakinan, yaitu:
Pertama, keyakinan bahwa Islam adalah agama
universal (univer-salisme Islam). Sebagai agama universal, Islam memiliki misi
rahmah li al-‘alamin, memberikan rahmat bagi seluruh alam. Universalitas Islam
ini dipahami sebagai ajaran yang mencakup semua aspek kehidupan, mengatur
seluruh ranah kehidupan umat manusia, baik berhubungan dengan habl min Allah
(hubungan dengan sang khalik), habl min al-nas (hubungan dengan sesama umat
manusia), serta habl min al-‘alam (hubungan dengan alam lingkungan). Dengan
terciptanya harmoni pada ketiga wilayah hubungan tersebut, maka akan tercapai
kebahagiaan hidup sejati di dunia dan di akherat, karena Islam bukan hanya
berorientasi duniawi semata, melainkan duniawi dan ukhrawi secara bersama-sama.
Konsep universalisme Islam itu meniscayakan bahwa ajaran Islam berlaku pada
setiap waktu, tempat, dan semua jenis manusia, baik bagi bangsa Arab, maupun
non Arab dalam tingkat yang sama, dengan tidak membatasi diri pada suatu bahasa,
tempat, masa, atau kelompok tertentu, hal inilah yang membuka ruang adanya
aktualisasi dan kontekstualisasi Islam.
Kedua, keyakinan
bahwa Islam adalah agama terakhir yang diturunkan Allah Swt, atau finalitas
fungsi kenabian Muhammad Saw sebagai seorang rasul Allah. Dalam keyakinan umat
Islam, terpatri suatu doktrin bahwa Islam adalah agama akhir jaman yang
diturunkan Tuhan bagi umat manusia, diyakini pula bahwa sebagai agama terakhir,
apa yang dibawa Islam sebagai suatu yang paling sempurna dan lengkap yang
melingkupi segalanya dan mencakup sekalian agama yang diturunkan sebelumnya,
DENGAN Al Qur’an yang merupakan petunjuk bagi umat manusia seluruh zaman, serta
Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi terakhir.
Tidak adanya
Nabi setelah Nabi SAW bukan berarti fungsi kenabian telah berakhir, akan tetapi
diteruskan oleh para Ulama sebagai pewarisnya yang seharusnya menjewantahkan Al
Qur’an dalam kehidupan umat manusia pada semua zaman.
2. Landasan
Normatif
Landasan
normatif yang dimaksud dalam kajian ini adalah landasan yang diperoleh dari
teks-teks nash, baik al-Qur’an maupun al-Hadis. Banyak ayat al-Qur’an yang dapat
dijadikan pijakan bagi pelaksanaan tajdid dalam Islam karena secara jelas
mengandung muatan bagi keharusan melakukan pembaruan. Di antaranya surat
al-Dluha: 4. “Sesungguhnya yang kemudian itu lebih baik bagimu dari yang
dahulu”, Ayat lainnya adalah surat ar-Ra’d: 11, “Sesungguhnya Allah tidak
akan mengubah apa yang ada pada suatu kaum sehingga mengubah apa yang ada dalam
diri mereka sendiri….”
Dari ayat di
atas, nampak jelas bahwa untuk mengubah status umat dari situasi rendah menjadi
mulia dan terhormat, umat Islam sendiri harus berinisiatif dan berikhtiar
mengubah sikap mereka, baik pola pikirnya maupun perilakunya. Sementara itu,
dalam hadis Nabi dapat kita temukan adanya teks hadis yang menyatakan bahwa “Allah
akan mengutus kepada umat ini pada setiap awal abad seseorang yang akan memperbarui
(pemahaman) agamanya”.
3.
Landasan
Historis
Di awal
perkembangannya, sewaktu nabi Muhammad masih ada dan pengikutnya masih terbatas
pada bangsa Arab yang berpusat di Makkah dan Madinah, Islam diterima dan
dipatuhi tanpa bantahan. Semua penganutnya berkata: “sami’na wa atha’na”.
Dalam perkembangannya, Islam baik secara etnografis maupun geografis menyebar
luas, dari segi intelektual pun membuahkan umat yang mampu mengembangkan ajaran
Islam itu menjadi berbagai pengetahuan, mulai dari ilmu kalam, ilmu hadis, ilmu
fikih, ilmu tafsir, filsafat, tasawuf, dan lainnya, terutama dalam masa empat
abad semenjak ia sempurna diturunkan. Umat Islam dalam periode itu dengan
segala ilmu yang dikembangkannya, berhasil mendominasi peradaban dunia yang
cemerlang, sampai mencapai puncaknya di abad XII-XIII M, di masa inilah, ilmu
pengetahuan ke-Islaman berkembang sampai puncaknya, baik dalam bidang agama
maupun dalam bidang non agama. Di jaman itu pula para pemikir muslim
dihasilkan. Mereka telah bekerja sekuat-kuatnya melakukan ijtihad sehingga
terbina apa yang kemudian dikenal sebagai kebudayaan Islam.
Setelah
melalui kurun waktu lebih kurang lima abad sampai ke puncak kejayaannya,
sejarah kemajuan Islam mengalami kemandekan; Islam menjadi statis atau
dikatakan mengalami kemunduran. Masa demi masa kemundurannya semakin terasa.
Pintu ijtihad dinyatakan tertutup digantikan dengan taklid yang merajalela
sampai menenggelamkan umat Islam ke lubuk yang terdalam pada abad ke XVIII.
Meskipun demikian, upaya pembaruan senantiasa terjadi, di mana dalam suasana
seperti digambarkan di atas, yaitu sejak abad XIII M (peralihan ke abad XIV M).
Banyak tokoh
– tokoh Islam yang mengadakan pembaruan dalam pemikiran demi untuk mencapai
kembali kejayaan terdahulunya, seperti Ibnu Taimiyah, Mohammad Abduh dan lain –
lain.
C. Faktor Penyebab Munculnya Pemikiran
Modern Islam
Lahirnya pemikiran moderen dalam Islam ini dilatarbelakangi oleh 2 (dua)
faktor, yaitu :
1. Faktor
Eksternal
a. Imperialisme
Barat
Imperialisme dan kolonialisme Barat terjadi akibat
disintegrasi atau perpecahan yang terjadi di kalangan umat Islam yang terjadi
jauh sebelum kehancuran peradaban Islam pada pertengahan abad ke-13 M., yaitu
ketika munculnya dinasti-dinasti kecil yang melepaskan diri dari pemerintahan
pusat pada masa kekhilafahan bani Abbasiyah.
Setelah
runtuhnya bangunan peradaban Islam, perpecahan yang terjadi di tubuh umat Islam
bertambah parah dengan maraknya pemberontakan-pemberontakan terhadap
pemerintahan pusat Islam yang mengakibatkan pudarnya kekuatan politik Islam dan
lepasnya daerah-daerah yang sebelumnya menjadi bagian dari kekuasaan Islam.
Karena
lemahnya politik Islam disertai dengan motivasi pencarian daerah baru sebagai
pasar bagi perdagangan di dunia Timur yang sebagian besar penduduknya adalah
umat Islam, Barat, sejak abad ke-16 M. menduduki daerah-daerah yang
disinggahinya untuk dijadikan daerah penjajahan. Spanyol akhirnya menjajah
Filipina, Belanda menjajah Indonesia selama ratusan tahun hingga memasuki abad
20 M. Inggris menjajah India, Malaysia dan sebagian negara-negara di Afrika dan
Perancis menjajah banyak negeri di Afrika.
Karena
imperialisme inilah, lahir para pemikir Islam yang berusaha membangunkan umat
Islam dan mengajak mereka untuk bangkit menentang penjajahan, seperti
Jamaluddin Al Afghani dengan ide Pan Islamismenya di India dan Khairuddin Pasya
at-Tunisi dengan konsep negaranya di Tunisia.
b. Kontak dengan modernisme di Barat
Sejak abad 16 M. Barat mengalami suatu babak sejarahnya yang baru, yaitu
masa moderen dengan lahirnya para pemikir moderen yang menyuarakan kemajuan
ilmu pengetahuan dan berhasil menumbangkan kekuasaan gereja (agama). Karena
keberhasilannya inilah dicapai peradaban Barat yang hingga kini masih
mendominasi dunia.
Sementara itu, dunia Islam yang pada waktu itu sedang berada dalam
kemundurannya, karena interaksinya dengan modernisme di Barat mulai menyadari
pentingnya kemajuan dan mengilhami mereka untuk memikirkan bagaimana kembali
memajukan Islam sebagaimana yang telah mereka capai di masa sebelumnya sehingga
lahirlah para pemikir Islam seperti At Thahthawi dan Muhammad Abduh di Mesir,
Muhammad Ali Pasya di Turki, Khairuddin At Tunisi di Tunisia dan Sayyid Ahmad
Khan di India.
2. Faktor Internal
a. Kemunduran Pemikiran Islam
Kemunduran pemikiran Islam terjadi setelah ditutupnya pintu ijtihad karena
pertikaian yang terjadi antara sesama umat Islam dalam masalah khilafiyah
dengan pembatasan madzhab fikih pada imam yang empat saja, yaitu madzhab
Maliki, madzhab Syafi’i, madzhab Hanafi dan madzhab Hambali. Sementara itu,
bidang teologi didominasi oleh pemikiran Asy’ariah dan bidang tasawwuf
didominasi oleh pemikiran imam Al-Ghazali.
Penutupan pintu ijtihad ini telah menimbulkan efek negatif yang sangat
besar di mana umat Islam tak lagi memiliki etos keilmuan yang tinggi dan akal
tidak diberdayakan dengan maksimal sehingga yang dihasilkan oleh umat Islam
hanya sekadar pengulangan-pengulangan tulisan yang telah ada sebelumnya tanpa
inovasi-inovasi yang diperlukan sesuai dengan kemajuan jaman.
Berkenaan dengan kemunduran pemikiran Islam ini, para pemikir Islam di
jaman moderen dengan ide-ide pembaharuannya, menyuarakan pentingnya dibuka
kembali pintu ijtihad.
b. Bercampurnya ajaran Islam dengan unsur-unsur di luarnya.
Selain kemunduran pemikiran Islam, yang menjadi latar belakang lahirnya
pemikiran moderen dalam Islam adalah bercampurnya agama Islam dengan
unsur-unsur di luarnya.
Pada masa sebelum abad ke-19 M., umat Islam banyak yang tidak mengenal
agamanya dengan baik sehingga banyak unsur di luar Islam dianggap sebagai
agama. Maka
tercampurlah agama Islam dengan unsur-unsur asing yang terwujud dalam bid’ah,
khurafat dan takhayul.
Muhammad Abduh yang dilanjutkan
dengan muridnya Muhammad Rasyid Ridha dan KH. Ahmad Dahlan di Indonesia adalah
para pemikir pembaharuan Islam yang penuh perhatian terhadap pemberantasan
takhayul, bid’ah dan khurafat di kalangan umat Islam.
D. Tokoh – Tokoh Pembaharu Islam dan
Pemikirannya
Berikut adalah tokoh dan pemikirannya yang
ikut andil dalam memperbaharui kebangkitan Islam:
1. Pembaharuan dalam Bidang Akidah
a. Muhammad ibn
Abdul Wahhab
Pemikiran Muhammad ibn Wahhab mempengaruhi dunia Islam di masa modern sejak
abad ke XIX. Walaupun ia sendiri hidup di abad sebelumnya, tetapi pemikirannya
mengilhami gerakan-gerakan pembaharuan Islam pada abad setelahnya. Bahkan
sisa-sisanya masih terasa hingga kini.
Muhammad ibn Abdul Wahab lahir di Uyainah, Nejd Arabia Tengah pada tahun
1115 – 1703 M. Ayahnya Abdul Wahhab adalah seorang hakim di kota kelahirannya.
Di masa pemerintahan Abdullah ibn Muhammad ibn Muammar dan mengajar fiqh dan
hadis di masjid kota tersebut. Kakeknya Sulaiman, adalah seorang mufti di Nejd.
Ia mulai belajar agama dari Ayahnya sendiri dengan membaca dan menghafal
al-Qur’an. Di samping belajar kitab-kitab agama aliran Hanbali, ia berkelana
mencari ilmu ke Mekkah, Madinah dan Basra.
Sebutan Wahhabiyah adalah nama yang diberikan kepada kaum muwahhidun
(kelompok pemurnian tauhid) oleh lawan-lawannya, karena pemimpinnya bernama
Muhammad ibn Abdul Wahab. Pemikiran keagamaan yang dibawakan olehnya dan
menonjol difokuskan pada pemurnian tauhid, yakni meng-Esa-kan Allah yang tiada
sekutu bagi-Nya. Namun,
dengan berjalannya waktu, gerakan mereka berkembang menjadi gerakan politik.
Meski demikian, ia tidak meninggalkan misi asalnya yaitu pemurnian
Islam.Menurutnya, pembagian tauhid dikategorikan menjadi tauhid ilahiyyah,
rubbubiyah, asma, sifat dan tauhid af’al yang disebut juga tauhi ilm dan
i’tiqad.
Baginya, syirik adalah orang yang menyekutukan Allah dan tidak akan
diampuni oleh Allah dosa yang disebabkan tersebut. Pembagian syirik menjadi
dua, yaitu syirik akbar (syirik yang nyata) dan syirik asghar (syirik yang
tidak tampak) seperti berbuat berlebihan terhadap mahluk yang tidak boleh
seseorang beribadah kepadanya, bersumpah kepada selain Allah dan riya’
b. Muhammad Abduh
Abduh lahir
di Mesir pada tahun 1849 M, ayahnya bernama Abdul Hasan Khoirullah yang berasal
dari Turki, dan ibunya seorang Arab yang silsilahnya sampai kepada suku Umar
Bin Khatab. Abduh termasuk anak yang cerdas, meskipun ia bersal dari keluarga
petani miskin di Mesir. Sejak kecil ia tekun belajar dan melanjutkan studinya
di al Azhar.
Sebagai rektor al-Azhar, ia
memasukkan kurikulum filsafat dalam pendidikan di al-Azhar, upaya ini dilakukan
untuk mengubah cara berpikir orang-orang al-Azhar. Akan tetapi usahanya ini
mendapat tantangan keras dari para syekh al Azhar lainnya yang masih berpikiran
kolot. Oleh karena itu, usaha pembaharuan yang dilakukan lewat pendidikan di
al-Azhar tidak berhasil.
Meskipun begitu, ide-ide
pembaharuan yang dibawa Abduh, memberikan dampak positif bagi perkembangan
pemikiran dalam dunia Islam. Selain sektor pendidikan, proyek pembaharuan Abduh
menurut professor sejarah Islam di University of Massachuussets adalah politik
dan ranah social keluarga yaitu peran wanita5. Disamping tiu, Murodi
dalam tulisannnya menambahkan analisisnya bahwa ide-ide pemikiran Abduh
diantaranya adalah: pembukaan pintu ijtihad / penghargaan terhadap 'akal'
(Rasionalitas), kekuasaan Negara harus dibatasi oleh konstitusi dalam
pengelolaan negara, memodernisasikan sistem pendidikan Islam di al Azhar.
c. Muhammad
Rasyid Ridho
Rasyid Ridho dilahirkan di al
Qalamun, di pesisir laut Tengah, pada tanggal 23 September 1865 M. Pendidikan
bermula di madrasah al Kitab al Qalamun, kemudian di madrasah ar Rasyidiah di
Tropoli. Selanjutnya
beliau melanjutkan pendidikan tingginya di al Azhar 1898 M dan berguru pada
Muhammad Abduh. Diantara pembaharuannya adalah: pembaharuan dalam bidang agama,
social, ekonomi, memberantas khurafat dan bid'ah. Serta paham-paham yang dibawa
tarekat.
Adapun ide-ide pembaharuannya
adalah: menumbuhkan sikap aktif dan dinamis di kalangan umat, mengajak untuk
meninggalkan sikap fatalisme (jabariyah), rasionalitas dalam penafsiran al
Qur'an dan Hadis, penguasaan sains dan tekhnologi, pemberantasan khurafat dan
bid'ah, serta pemerintahan yang bersistem khalifah.
2.
Pembaharuan dalam Bidang
Politik
a. Jamaluddin al-Afghani
Salah satu sumbangan terpenting di dunia Islam diberikan oleh sayid
Jamaludin Al Afgani. Gagasannya mengilhami kaum muslim di Turki, Iran, mesir
dan India. Meskipun sangant anti imperialisme Eropa, ia mengagungkan pencapaian
ilmu pengetahuan barat. Ia tidak melihat adanya kontradiksiantara Islam dan
ilmu pengetahuan. Namun, gagasannya untuk mendirikan sebuah universitas yang
khusus mengajarkan ilmu pengetahuan modern di Turki menghadapi tantangan kuat
dari para ulama. Pada akhirnya ia diusir dari negara tersebut.
b. Muhammad Ali Pasya
Muhammad Ali Pasya adalah
orang pertama yang membuka jalan pembaharuan di Mesir, kemudian beberapa tahun
diakui sebagai the founder of modern egypte. Berasal dari Turki,
kelahiran Yunani pada tahun 1765 dan wafat pada tahun 1849. Sejak kecil beliau
telah bekerja keras untuk keperluan hidupnya, sehingga tidak mempunyai waktu
untuk sekolah dengan demikian beliau tidak pandai baca tulis. Setelah dewasa
Ali Pasya bekerja sebagai pemungut pajak dan karena rajin bekerja beliau
disukai oleh gubernur yang akhirnya diangkat menjadi menantu.
Pada waktu penyerangan Napoleon
ke Mesir, Sultan Turki mengirim bantuan tentara ke Mesir, di antara perwiranya
adalah Muhammad Ali Pasya yang ikut melawan Napoleon pada tahun 18018, setelah itu
diangkat menjadi colonel dan mulai saat itu Ali Pasya menjadi penguasa tunggal
di Mesir. Akan tetapi ia keasikan dengan kekuasaannya dan bertindak diktator.
Akhirnya Muhammad Ali dan
keturunannya menjadi raja di Mesir kurang lebih 1,5 abad lamanya. Akhir
kekuasaanya pada tahun 1953. Jika diteliti Muhammad Ali Pasya tidak pandai baca
tulis, tetapi beliau seorang yang cerdas dan merupakan sosok ambisius menjadi
penguasa umat Islam.
3. Pembaharuan dalam Bidang Pendidikan
-
Al Tahtawi
Nama aslinya adalah Rifa'ah Badhawi Rafi' al Tahtawi, lahir pada tahun 1801
di Mesir Selatan, wafat tahun 1873 di Kairo. Seorang pembaharu yang mempunyai
pengaruh besar pada abad ke-19 dan seorang yang sangat berpengaruh dalam
usaha-uasaha gerakan pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammad Ali Pasya. Al
Tahtawi belajar di al Azhar Mesir, dan setelah kembali diangkat menjadi sebagai
guru bahasa Perancis dan penerjemahan di sekolah kedokteran.
Pada tahun 1836 didirikan sekolah penerjemah yang kemudian dikepalai oleh
al Tahtawi. Beliau bukan seorang penganut sekuler, usahanya adalah memperbaiki
tradisi, khususnya dalam bidang pendidikan, kewanitaan dan memperbaiki
literature. Beliau menginginkan Mesir maju seperti dunia Barat, namun tetap
dijiwai oleh agama dalam segala aspek.
Salah satu jalan untuk kesejahteraan menurutnya adalah, berpegang pada
agama dan akhlak budi pekerti, untuk itu pendidikan merupakan sarana penting.
Tujuan dari pendidikan menurutnya adalah membentuk manusia berkepribadian
patriotic dengan istilah hubbul wathon yaitu mencintai tanah air.
Perasaan patriotic itu akan menimbulkan rasa kebangsaan, persatuan, tunduk dan
mematuhi undang-undang, serta bersedia mengorbankan jiwa dan harta untuk
mempertahankan kemerdekaan.
Dalam hal agama dan peranan
ulama, al Tahtawi menghendaki agar para ulama selalu mengikuti perkembangan
dunia modern dan mempelajari berbagai ilmu pengetahuan modern. Ini mengandung
arti bahwa pintu ijtihad tetap dibiarkan terbuka lebar.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembaruan dalam Islam adalah upaya untuk
menyesuaikan paham keagamaan sesuai dengan perkembangan zaman yang di timbulkan
oleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern. ( Aktualisasi dan Kontekstualisasi
ajaran Islam ), dengan tidak merubah teks Al Qur’an dan al Hadits atau ajaran –
ajaran bakunya.
Landasan
Pembaruan Islam setidaknya ada 3 ( Tiga ), yakni :
1.
Landasan Teologis
2.
Landasan Normatif
3.
Landasan Historis
Faktor
Munculnya Pembaruan dalam Islam ada 2 ( dua ), yakni :
1.
Faktor Eksternal, meliputi Imperialisasi Barat dan Kontak dengan Modernisasi
Barat
2. Faktor Internal, meliputi Kemunduran pemikiran
Islam dan Bercampurnya Ajaran Islam dengan unsur – unsur diluar Islam.
Tokoh – tokoh pembaru Islam dan Pemikirannya
- Bidang Akidah
1.Muhammad Bin Abdul Wahhab ( 1115 M – 1703 M ),
Pemikirannya adalah mengenai pemurnian akidah dari tahayul, bid’ah dan
khurafat.
2. Muhammad Abduh ( 1849 M ), Buah pemikirannya
adalah bahwa pintu Ijtihad masih terbuka lebar, rasionalitas, pembatasan
kekuasaan Negara dengan konstitusi dan memodernisasi sistem pendidikan di al
Azhar.
3. Muhammad Rosyid Ridlo ( 1865 ), Pemikirannya
adalah Rasionalitas dalam penafsiran al Qur’an, penguasaan sains dan teknologi,
pemberantasan khurafat dan takhayul dan lain – lain.
- Bidang Politik
1. Jamaluddin al Afghani ( Turki )
2. Muhammad Ali Pasya ( Mesir )
- Bidang Pendidikan yaitu Al Tahtawi ( 1801 – 1873
M, Mesir )
B. Saran
Penyusun menyadari
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, karena itu kritik dan saran sangat
diharapkan, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Asmuni, M. Yusran. Pengantar Studi Pemikiran dan Geerakan Pembaharuan
dalam Dunia Islam. ( Jakarta: Rajawali, 1998. )
http://aip-aly-arfan.blogspot.co.id/2011/08/perkembangan-pemikiran-moderen-dalam.html
https://syafieh.blogspot.com/2013/09/pemikiran-modern-dalam-islam-sebuah.html
Jainuri, Achmad. “Landasan Teologis Gerakan Pembaruan Islam”, dalam
Jurnal Ulumul Qur’an, No. 3. Vol. VI, Tahun 1995.
Kementerian Agama RI, Al Qur’an dan Terjemah. ( Jakarta :
Sinergi Pustaka Indonesia, 2012.)
Mulkhan, Abdul Munir. Teologi dan Demokrasi Modernitas Kebudayaan.
( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995 )
Murodi, Sejarah Kebudayaan
Islam (Semarang: Toha Putra, 1997)
Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan.( Jakarta:
Bulan Bintang. 2003 )
Nata, Abudin. Metodologi Study Islam. ( Jakarta : Raja Grafindo, 2008 )
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmaanirrohiim
Segala puji bagi Allah yang telah
memberikan rahmat sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah METODOLOGI ISLAM ini dengan Judul “ PEMIKIRAN MODERN DALAM ISLAM “
Kami berharap makalah ini dapat
menjadi rujukan dalam pembelajaran mata kuliah METODOLOGI ISLAM. Dengan
tangan terbuka kami sangat mengharapkan
saran dan kritik dari dosen pengampu
mata kuliah khususnya, dan para pembaca pada umumnya, guna menyempurnkan
pembuatan makalah-makalah selanjutnya, sekian dari kami terimakasih
Cirebon, November 2016
Penyusun
IDAH PARIDAH
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ............................................................................................................... i
Daftar Isi .................................................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
.....................................................................................................
1
A.
Latar
Belakang
..........................................................................................................
1
B.
Rumusan
Masalah
...................................................................................................
2
C.
Tujuan
Penulisan
......................................................................................................
2
BAB
II PEMBAHASAN
.................................................................................................... 3
A.
Pengertian
Pembaruan dalam Islam
........................................................................... 3
B.
Landasan bagi
Pembaruan dalam Islam
.................................................................... 5
C.
Faktor
Munculnya Pemikiran Modern Islam ............................................................. 7
D.
Tokoh – tokoh
Pembaruan Islam dan Pemikirannya
.................................................. 9
BAB
III PENUTUP
.........................................................................................................
13
A.
Kesimpulan
........................................................................................................... 13
B.
Saran
................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA
.......................................................................................................... 14
MAKALAH
PEMIKIRAN
MODERN DALAM ISLAM
Diajukan untuk
memenuhi tugas pada Mata Kuliah :
“ METODOLOGI ISLAM “
Dosen Pengampu : HILYATUL
AULIYA, M.Si
Disusun Oleh :
IDAH PARIDAH
NIM / NIRM : 2016.A2.1.1.004
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TARBIYAH / PGRA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MA’HAD
ALI(STAIMA)
Jl.KH.Masduqie Aly,Kasab
Babakan-Ciwaringin-Cirebon-Jawa Barat
2016/2017
The 13 Best Casinos in Washington State
BalasHapusSlots. If 대구광역 출장안마 you love slot games, you've always loved the 동두천 출장샵 excitement of free spin machines. This is the story 서산 출장마사지 of why casinos 동해 출장마사지 have fun 이천 출장샵