Sabtu, 12 November 2016

I'TIQOD KAUM KHOWARIJ



MAKALAH
I’TIQOD KAUM KHOWARIJ
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah :
“ ASWAJA  /  KE- NU – AN 


  Dosen Pengampu : MOH. ABDUL HAKIM, M.Pd. I

            Disusun oleh:
1.      Idah Paridah
2.      Tafrikhatul  Wildan
3.      Sahati
4.      Nunung Muthoharoh
5.      Siti Lilis Nurkholisah
6.      Endah Lestari
7.      Royana
8.      Iis Aisyah
9.      Sri Aji Lestari
                                                        

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TARBIYAH / P G R A

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MA’HAD ALI (STAIMA)
Jl.KH.Masduqie Aly,Kasab Babakan-Ciwaringin-Cirebon-Jawa Barat
2016/2017




KATA PENGANTAR


Bismillahirrohmaanirrohiim
              Segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah  ASWAJA / KE- NU -AN  ini. Pada makalah kami ini       membahas tentang “ I’tiqod Kaum Khowarij  ”.
              Materi yang kami muat dalam  makalah ini bersumber dari media elektronik dan Kajian Pustaka, namun jika dalam penulisannya maupun isinya masih terdapat kekurangan dan kesalahan kami mohon maaf.
              Kami berharap makalah ini dapat  menjadi  rujukan dalam  pembelajaran mata kuliah  ASWJA / KE – NU - AN. Dengan tangan terbuka kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari dosen pengampuh mata kuliah khususnya, dan para pembaca pada umumnya, guna menyempurnakan pembuatan makalah-makalah selanjutnya, sekian dari kami terima kasih



       Cirebon,    Oktober  2016

                                                                                                       Penyusun
1.      Idah Paridah
2.      Tafrikhatul  Wildan
3.      Sahati
4.      Nunung Muthoharoh
5.      Siti Lilis Nurkholisah
6.      Endah Lestari
7.      Royana
8.      Iis Aisyah
9.      Sri Aji Lestari






i
 
 





DAFTAR ISI


Halaman
BAB  I  PENDAHULUAN                           ..........................................................................  1
A.    Latar Belakang   ....................................................................................................................   1
B.     Rumusan Masalah  ................................................................................................................   2
C.     Tujuan Penulisan    ................................................................................................................   2
D.    Metode dan Teknik Penulisan  ...............................................................................................   2
E.     Sistematika Penulisan  ............................................................................................................   2
BAB  II  PEMBAHASAN    .................................................................................................   4
A.    Pengertian Khowarij  ................................................................................................... 4
B.     Asal – Usul Khowarij  .................................................................................................. 5
C.     Sekte – Sekte Khowarij dan Ajarannya ....................................................................... 7
D.    Ajaran Pokok Khowarij  ............................................................................................. 11
BAB  III  PENUTUP    ........................................................................................................    14
A.  Kesimpulan     ..........................................................................................................   14
B.  Saran        .................................................................................................................   14
Daftar Pustaka   ....................................................................................................................   15











































ii
 
1
 
BAB  I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pasca pemerintahan Rasulullah, pemerintahan beralih kepada Khulafa ar-Rasyidin Abu Bakar, ‘Umar, ‘Usman, dan ‘Ali secara berurutan yang memegang tanggung jawab kekhalifahan. Pada masa pemerintahan, antara ‘Usman dan ‘Ali banyak diwarnai perpecahan dan pemberontakan. ‘Usman yang terbunuh sebagai akibat dari dugaan kuat atas sistem pemerintahan yang dipimpinnya berbau nepotisme, yang ditandai dengan pengangkatan para pejabat dari kerabat dekatnya menyebabkan ‘Ali bin Abi Thalib dibaiat menjadi khalifah yang terakhir dari jajaran Khulafa ar-Rasyidin.
Pada saat yang bersamaan sesungguhnya Mu’awiyah memiliki ambisi yang besar untuk menggantikan posisi ‘Usman, tetapi gagal karena ‘Ali telah terlanjur dibaiat. Mu’awiyah yang tidak kehabisan akal secara aktif dan agresif merongrong pemerintahan tersebut dengan alasan penuntutan balas atas kematian ‘Usman. Menurut kelompok Mu’awiyah bahwa semua orang yang terlibat pada pembunuhan Utsman bin Affan harus di bunuh semua, sementara menurut kelompik Ali bin Abi Tholib yang harus di bunuh adalah hanya yang membunuhnya saja, karena yang lain sulit di identifikasi.
Serta kebijaksanaan ‘Ali yang terlalu cepat memecat para gubernur dan para pejabat pemerintah yang diangkat oleh ‘Usman serta pengambil alihan tanah dan kekayaan negara yang telah dibagi-bagikan Usman kepada keluarganya, mengakibatkan meletusnya pertempuran dasyat yang dikenal dengan perang Shiffin (37/657), ketika ‘Ali hampir memenangkan peperangan, Mu’awiyah mengusulkan gencatan senjata dan menyelesaikan persoalan-persoalan dengan tahkim
Tahkim antara pihak ‘Ali dan pihak Mu’awiyah dilangsungkan dengan masing-masing pihak mengirimkan utusannya. Pihak ‘Ali diwakili oleh Abu Musa al-Asy’ari, sedangkan pihak Mu’awiyah diwakili oleh Amr bin Ash. perundingan kedua hakim ini dimenangkan oleh Amr bin Ash.

 
Sebagai akibat dari penyelesaian melalui tahkim ini, timbul dua golongan yaitu Syiah dan Khawarij. Khawarij memandang orang-orang yang terlibat dalam tahkim termasuk pelaku dosa besar dan telah menjadi kafir. Sedangkan Syiah tidak bersikap sama dalam menetapkan posisi Ali dan keturunannya, sebagian bersikap ekstrim dan sebagian lain bersikap moderat. Kelompok moderat terbatas hanya pada mengutamakan Ali atas semua sahabat, tidak mengkafirkan seseorang dan tidak mengkultuskan Ali.  Namun dilain pihak ada pula golongan Murji’ah membelanya dengan tetap membelanya dengan tetap menyerahkan persoalannya kepada Allah.
Namun dalam makalah ini tidak akan membahas kelompok Syi’ah maupun Murji’ah, hanya dibatasi pada kelompok Khowarij sebagai bahan pembahasannya.

B.     Rumusan masalah
Agar pembahasan dalam makalah ini tidak melebar, maka penyusun batasi pembahasan dalam makalah ini sebagai berikut :
1.      Bagaimana Asal Usul Munculnya Kaun Khowarij
2.      Apa Saja Sekte Kaum Khowarij dan Ajarannya
3.      Apa Saja Ajaran Pokok Kaum Khowarij

C.    Tujuan Penulisan
Makalah ini susun dengan tujuan sebagai berikut :
1.      Memenuhi Tugas dari dosen  Mata Kuliah “ ASWAJA /  KE NU- AN
2.      Mengetahui Asal Usul Munculnya Kaaum Khowarij
3.      Mengetahui Sekte – Sekte Dalam Kaum Khowarij Berikut Ajarannya.
4.      Mengetahui Apa Saja Ajaran Pokok Kaum Khowarij

D.    Metode dan Teknis Penulisan
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah metode Deskriptif Analitik, yakni dengan mengungkapkan masalah – masalah yang dikaji kemudian di analisis bedasarkan teori – teori yang ada dan pengetahuan penyusun.
Adapun teknik penulisan yang digunakan dalam menyusun makalah ini adalah kajian kepustakaan dan diskusi.

E.     Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB  I  PENDAHULUAN
Dalam Bab ini di uraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan makalah, metode dan teknik penulisan makalah serta sistematika penulisan makalah.
BAB  II  PEMBAHASAN
Dalam Bab ini di uraikan tentang pengertian Khowarij, asal – usul munculnya faham khowarij, sekte – sekte kaum khowarij dan ajaran – ajarannya, serta ajaran pokok kaum khowarij.
BAB  III  PENUTUP
Dalam Bab ini di uraikan tentang kesimpulan dari pembahasan – pembahasan pada Bab sebelumnya serta saran – saran bagi para pembaca umumnya.
























4
 
BAB  II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Khowarij
Kata Khawarij dalam terminologi ilmu kalam adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang kemudian keluar dan meninggalkan barisan karena ketidak sepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim), dalam perang Shiffin pada tahun 37/648 Masehi dengan kelompok Muawiyah bin Abu Sufyan perihal persengketaan khalifah.
Nama khawarij berasal dari kata Kharaja yang brarti keluar. Nama ini dilekatkan pihak lain kepada mereka karena mereka keluar dari pasukan Ali. Nama lain khowarij adalah  Hurariyah dari kata Harura, sebuah tempat dekat kuffah, Irak. Disini berkumpul sebanyak 12.000 orang, yang memisahkan diri dari Ali dan menganngkat Abdullah bin Wahab ar-Rasyidi sebagai pemimpin mereka. (Fauzi Abbas, 2012:14).
Menurut Ahmad Amin, nama Khawarij mereka sendiri yang menamakannya yang diambil dari penggalan kata dari Alquran surah Annisa’ ayat 100 yang berbunyi:
١٠٠: (٤) النساء )......... وَرَسُولِهِ اللّهُ إِلَى مُهَاجِراً بَيْتِهِ مِن يَخْرُجْ وَمَن.......
Artinya:
...Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya,..... (QS. An-Nisa’ (4) : 100)

Pada ayat ini disebutkan barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, maksudnya mereka keluar demi mengabdikan dari kepada Tuhan dan Rasulnya. Berdasarkan pendapat ini kaum Khawarij memandang kelompok mereka sebagai orang yang meninggalkan rumah dari kampung halamannya untuk mengabdikan diri kepada Allah dan Rasulnya” (Harun Nasution, 1986:11).

 
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian dari kata Khawarij adalah keluar, mereka menyatakan keluar dari barisan Ali disebabkan tidak setuju dengan arbitrase atau tahkim, karena mereka menganggap golongan mereka sebagai orang-orang yang bersikukuh dengan ajaran Allah dan Rasul-Nya, sekalipun mereka harus meninggalkan barisan yang berada dibawah pimpinan Ali Bin Abi  Thalib. Hal ini disebabkan oleh karena mereka tidak sependapat dengan Ali bin Abi Thalib untuk menghentikan peperangan yang sudah diambang kemenangan dan memilih arbitrase.

B.     Asal Usul Khowarij
Sumber pemikiran, sifat dan karakter Khawarij awalnya dari seseorang yang bernama Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim. Awalnya dia telah menuduh Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi Wa Sallam tidak adil dalam pembagian harta rampasan perang, ucapannya membuat Umar bin Khattab atau Khalid bin Walid hendak memenggal lehernya, akan tetapi dicegah oleh Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi Wa Sallam. Ciri khas Khawarij lainnya adalah mengkafirkan pemerintah kaum muslimin dan orang-orang yang bersama pemerintah tersebut (karena melakukan dosa-dosa besar), memberontak kepada pemerintah kaum muslimin, menghalalkan darah dan harta kaum muslimin. Dalam riwayat lain disebutkan, "Sesungguhnya akan lahir dari orang ini suatu kaum yang membaca Al-Qur’an tapi tidak sampai melewati kerongkongannya, mereka membunuh orang Islam dan membiarkan para penyembah berhala. Mereka terlepas dari Islam sebagaimana anak panah yang terlepas dari busurnya. Kalau aku menjumpai mereka sungguh akan aku perangi mereka sebagaimana memerangi kaum ‘Ad.
Kemudian perkembangan gerakan Khawarij membesar pertama kali muncul pada pertengahan abad ke-7, terpusat di daerah yang kini ada di Irak selatan, disuatu tempat yang disebut Khouro, Kuffah. Khawarij merupakan bentuk yang berbeda dari Sunni dan Syi’ah. Gerakan ini berakar sejak zaman Khalifah Utsman bin Affan dibunuh, dan kaum Muslimin kemudian mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. Ketika itu, kaum Muslimin mengalami kekosongan kepemimpinan selama beberapa hari.
Setelah Utsman bin Affan dibunuh oleh orang-orang Khowarij, kaum muslimin mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, setelah beberapa hari kaum muslimin hidup tanpa seorang khalifah. Kabar kematian 'Ustman kemudian terdengar oleh Mu'awiyyah, yang mana dia masih memiliki hubungan kekerabatan dengan 'Ustman bin Affan.
Sesuai dengan syariat Islam, Mu'awiyyah berhak menuntut balas atas kematian 'Ustman. Mendengar berita ini, orang-orang Khawarij pun ketakutan, kemudian menyusup ke pasukan Ali bin Abi Thalib. Mu'awiyyah berpendapat bahwa semua orang yang terlibat dalam pembunuhan 'Ustman harus dibunuh, sedangkan Ali berpendapat yang dibunuh hanya yang membunuh 'Ustman saja karena tidak semua yang terlibat pembunuhan diketahui identitasnya. Akhirnya terjadilah perang shiffin karena perbedaan dua pendapat tadi. Kemudian masing-masing pihak mengirim utusan untuk berunding, dan terjadilah perdamaian antara kedua belah pihak. Melihat hal ini, orang-orang khawarijpun menunjukkan jati dirinya dengan keluar dari pasukan Ali bin abi Thalib. Mereka (Khawarij) merencanakan untuk membunuh Mu'awiyyah bin Abi Sufyan dan Ali bin Abi Thalib, tapi yang berhasil mereka bunuh hanya Ali bin Abi Thalib.
Kaum Khawarij adalah kelompok masyarakat Badui yang tekenal dengan kegersangan jiwa dan berhati batu serta berpikiran kaku, sulit dilunakkan dan dijinakkan, tetapi mereka sangat konsekuen dengan penghayatan dan pengamalan agama. Semboyan mereka adalah La hukma illa Allah (tidak ada hukum selain hukum Allah).
Dalam buku Teologi Pembangunan Paradigma Baru Pemikiran Islam, juga dipaparkan bahwa, kelompok Khawarij itu kemudian berkembang menjadi golongan ekstrim dan eksklusif. Sebagai dasar legitimasinya, kaum Khawarij menciptakan doktrin teologisnya berdasarkan ayat-ayat Alquran sebagai pegangan formal yang sesungguhnya merupakan manifestasi dari nilai-nilai budaya kaum Baduwi. Kaum Khawarij berpendapat bahwa orang-orang yang berbuat dosa itu adalah kafir, dan karena itu tidak bisa disebut kaum mukmin dan harus dikeluarkan dari lingkungan umat.
Perkembangan kaum al-Khawarij sebagai reaksi mempertahankan nilai-nilai Badawi yang semakin teralinasi akibat tekanan politik. Hal ini terlihat dari legitimasi doktrin-doktrin teologis yang bersumber dari ayat Alquran, yang diambil secara lahiriah sebagai pencerminan sikap Badawi. Mereka mengakui kekhalifahan yang pertama dan kedua, dan menolak tahun ke tujuh kekhalifahan Usman dan kekhalifahan Ali setelah arbitrase karena dianggap menyeleweng dari ajaran Islam. Termasuk mereka yang terlibat dalam arbitrase, mereka dicap kafir dan mereka harus dibunuh. Hanya Ali yang terbunuh ditangan Abdurrahman bin Muljam, pengikut al-Khawarij dan suami wanita yang keluarganya menjadi korban dalam perang Nahrawan, 17 Juli 658. Lebih lanjut perkembangan term kafir menjadi term musyrik sesuai dengan perkembangan kelompok al-Khawarij (Fauzi Abbas, 2012:14).
Sebagai golongan yang ekstrim Khawarij memang menanggapi setiap permasalahan yang muncul pada waktu itu secara keras dan sempit, siapapun pemimpin Islam, apabila tidak memerintah sesuai dangan Al-Quran dan Sunnah yang mereka fahami secara lafziyah, mereka anggap telah menyeleweng dari ajaran Islam, dan mereka mesti ditentang dan dijatuhkan, bahkan darah mereka menjadi halal atau harus dibunuh. Namun sebagian kecil dari mereka ada yang berfaham sedikit moderat seperti Sekte Ibadiyah, untuk lebih jelas akan dipaparkan berbagai profil sekte-sekte yang ada dalam lingkup kaum khawarij.

C.    Sekte – Sekte Khowarij dan Ajarannya
1.     Al-Muhakkimah
Sekte Al-Muhakkimah adalah golongan Khawarij yang terdiri dari pengikut-pengikut Ali Bin Abi Thalib yang menyatakan dirinya telah keluar dari barisan Ali dalam perang siffin. Mereka disebut dengan golongan Khawarij Asli. Menurut mereka Ali Bin Abi Thalib, Mu’awiyah Bin Abi Syofyan dan kedua perantara Amru Bin Ash dan Abu Musa Al-Assyari dan semua orang yang menyetujui arbitrase bersalah dan menjadi kafir. Kemudian hukum kafir ini mereka perluas pengertiannya sehingga termasuk kedalamnya tiap orang yang melakukan dosa besar (Harun Nasution, 1986:13-14)
Menurut mereka berbuat zina adalah dosa besar, maka bagi pelaku zina telah menjadi kafir dan keluar dari Islam. Dan begitu juga dengan orang yang membunuh sesama manusia tanpa alasan yang sah, menurut mereka juga dosa besar. Dengan demikian pelaku pembunuhan telah keluar dari Islam dan menjadi kafir.
Sebagaimana telah disebutkan diatas, bahwa galongan Khawarij telah menganggap orang-orang yang menerima  Tahkim atau arbitrase adalah kafir atau murtad. Orang-orang seperti ini menurut mereka wajib dibunuh karena tidak menentukan hukum sesuai dengan Al-Quran. Selain itu mereka juga membicarakan masalah siapa yang tetap Mu’min yang menjadi ajaran pokok dan teologi Khawarij seperti pelaku dosa besar.
2.       Al-Azariqah
Golongan ini adalah kelompok yang besar dan terkuat setelah hancurnya golongan Al-Muhakkimah. Daerah kekuasaan Al-Azariqah adalah pada perbatasan Irak dengan Iran. Nama Al-Azariqah terambil dari nama pemimpin mereka yaitu Nafi Ibn Al-Azraq yang meninggal pada tahun 686 M di Irak. Sub Sekte ini memiliki pandangan yang lebih radikal dibanding sekte Al-Muhakkimah, karena mereka tidak lagi memakai istilah kafir bagi pelaku tahkim dan dosa besar, tetapi menggunakan trem musyrik atau polytheisme yang dosanya lebih besar dari trem kafir. (Tasman Ya`kub,  2004: 21-22)
Menurut Al-Azariqah, semua orang yang tidak sefaham dengan mereka adalah musyrik, walaupun orang yang sefaham dengan Al-Zariqah tetapi tidak mau hijrah ke dalam lingkungan mereka juga dipandang musyrik. Menurut mereka, daerah Islam itu hanyalah daerah kekuasaan mereka saja, sedangkan orang yang tinggal diluar daerah kekuasaan Al-Zariqah adalah musyrik, mereka boleh ditawan dan dibunuh. Bahkan istri dan anak-anak dari orang yang dipandang musyrik boleh dibunuh (Tasman Ya`kub,  2004: 15).
Keekstreman ajaran al-Azariqah terletak pada perluasan term kafir menjadi musyrik. Syirik adalah dosa terbesar dalam ajaran Islam. Prinsif ajaran mereka sebagai berikut; (a) orang Islam menjadi musyrik setelah melakukan dosa besar, tidak sepaham dengan mereka atau setengah-setengah karena tidak mau berhijrah dan berperang (b) orang musyrik halal dibunuh dan mereka kekal di dalam neraka (c) wanita dan anak-anak yang tidak sekelompok juga halal untuk dibunuh (d) pencuru dihukum potong tangan (e) prktik taqiyah (menyembunyikan sikap) dilarang baik lisan dan perbuatan (f) hukum rajam tidak diterapkan kepada penzina karena hukum tersebut tidak terdapat dalam Alquran (Fauzi Abbas, 2012:16).
3.       Al-Najdad.
Sekte Khawarij ini muncul disebabkan terjadinya perbedaan pendapat dengan kubu Al-Zariqah, tentang faham bahwa orang yang tidak bergabung dengan Al-Zariqah adalah orang musyrik. Maka untuk itu mereka mengangakat pimpinan sendiri yang bernama Najdah Bin Amir Al-Hanafi dari Yamamah. Begitu juga dengan pendapat Al-Zariqah tentang boleh dan halalnya anak dan istri orang Islam yang tidak bergabung dengan mereka untuk dibunuh. (Harun Nasution, 1986:16)
Najdah memiliki pendapat yang sangat berbeda dengan dua sekte Khawarij sebelumnya yakni bahwa orang yang melakukan dosa besar, yang menjadi kafir dan kekal dalam neraka hanyalah orang Islam yang tidak sefaham dengan golongannya. Sedangkan pengikut-pengikut Najdah yang melakukan dosa besar, memang betul akan mendapat siksaan, tetapi bukan didalam neraka dan kemudian akan masuk ke syurga. Kemudian dosa kecil kalau dilakukan terus-menerus akan menjadi dosa besar dan orang yang mengerjakannya menjadi musyrik.
Sekte Najdah atau Najdiyah kebanyakan mereka terdiri dari kaum Khawarij yang berasal dari Arabia Tengah yang bernama Yamamah. Pemimpin mereka mulai dari tahun 686 – 692 M adalah Najdah Bin Amir Al-Hanafi. Kekuasaan sekte Najdah mencakup bentangan luas Arabia bahkan Oman di pantai timur Yaman serta Hadramaut di selatan dan barat daya. Pertikaian yang sering terjadi dalam masalah kepemimpinan menjadikan sekte Najdah terpecah kepada beberapa sub sekte, dan kemudian Yamamah ditindak oleh tentara Umayyah (W. Montgomery Watt, 1987:21).
Pokok-pokok ajaran mereka sebagai berikut; (a) Orang yang berbuat dosa besar menjadi kafir dan kekal di dalam neraka bila tak sepaham dengan golongannya. Sebaliknya, golongan yang berbuat dosa besar tetap masuk surga meski melalui siksaan tetapi tidak masuk neraka (b) Dosa kecil bisa menjadi dosa besar jika suda terbiasa dan ia termasuk musyrik (c) Diperbolehkan taqiyah untuk menjaga keselamat diri (d) Ahlu Zimnah yang berdiam dengan musuh kelompok al-Najdat halal dibunuh (e) Yang menolak ikut berhijrah dan berperang tidak dicap kafir (f) Kewajiban setiap muslim (baca:al-Najdat) untuk mengetahui Allah dan Rasulnya, mengetahui pengharaman pembunuhan terhadap muslim dan percaya kepada wahyu Tuhan yang diturunkan kepada Rasulnya. Orang yang tak mengetahui takkan diampuni kesalahannya. Mengerjakan perbuatan yang haram tanpa pengetahuan dapat dimaafkan (Fauzi Abbas, 2012:17-18).
4.        Al-Jaridah
Kelompok ini adalah pengikut Abdul Karim Bin Ajrad teman Atiah al-Hanafi, tokok yang mengasingkan diri dari al-Najdat. Kelompok ini dikafirkan oleh umat Islam karena penolakan mereka atas Surah Yusuf dengan alasan berbau seks dan tak pantas. Pokok ajaran mereka sebagai berikut (a) Harta boleh dijadikan rampasan hanya dari orang yang terbunuh dan boleh membunuh musuh (b) Anak-anak orang musyrik tidak otomatis menjadi musyrik (c) Hijrah bukanlah merupakan kewajiban tetapi merupakan kebajikan (Fauzi Abbas, 2012:18).
Kelompok ini menurut penulis adalah kelompok yang tidak begitu ekstrim dalam hal pokok dan ajarannya, seperti dalam hal berhijrah,  hijrah menurut mereka hanyalah kebajikan saja bukan merupakan kewajiban, anak-anak tetap dapat diarahkan sesuai dengan fitrahnya, karena anak orang musyrik tidak otomatis menjadi musyrik.
5.         Al-Sufriah
Pimpinan golongan ini adalah Ziad Ibn Al-Asfar, dimana golongan ini terkenal dengan gerakan evolusi praktis dalam pemikiran Khawarij. Sebagaimana yang dikatakan oleh  Mahmud Abdurrazaq dalam bukunya ”Al-Khawarij fi biladil Magrib” bahwa keyakinan golongan Sufriyah atau Syafariyah bahwa mereka tidak berlebihan dalam bersikap yang hanya justru menyebabkan perpecahan dikalangan Khawarij seperti yang terjadi sebelumnya. Mereka tetap melakukan hukum rajam bagi pezina, tidak membunuh anak-anak orang musyrik serta tidak mengkafirkan seperti pendapat golongan Azariqah. Mereka juga membolehkan Taqiah, tetapi hanya dalam perkataan, bukan perbuatan. (Amir An- Najjar, 1992: 86).
Golongan Al-Sufriah tidak seekstrem kelompok al-Azariqah bila dilihat dari pokok ajarannya sebagai berikut; (a) Yang tidak berhijrah tidak dicap kafir (b) Mereka tidak berpendapat anak-anak kaum musyrik boleh dibunuh (c) Tidak semua yang berbuat dosa besar menjadi musyrik. Dosa besar ada dua dan masing-masing mempunyai sangsi dunia dan akhirat. Sangsi dunia seperti berzina dianggap tidak kafir. Sedangkan sangsi akhirat, seperti tidak shalat dianggap kafir (d) Daerah yang tidak sepaham bukan dianggap sebgai dar-al-har tapi batas pada pertahanan pemerintah. Anak-anak dan wanita tidak boleh dijadikan tawanan (e) Kafir terbagi dua, yaitu kafir mengingkari rahmat Tuhan dan kafir mengingkari Tuhan. Term kafir disini berarti tidak selalu berarti keluar dari Islam (f) Taqiyah diperbolehkan secara lisan bukan secara perbuatan (g) Wanita Islam diperbolehkan kawin dengan pria kafir didaerah bukan Islam (Fauzi Abbas, 2012:19).
6.         Al- Ibadiyah
Golongan Al-Ibadah adalah pengikut Abdullah Bin Ibadh At-Tamimy. Ia hidup pada pertengahan kedua abad I Hijriyah. Mereka lebih dekat kepada golongan Islam dari pada golongan Khawarij. Pendapat-pendapat mereka lebih solider dari pada kelompok Khawarij yang lain. Pada tahun 686 M, mereka memisahkan diri dari golongan Al-Zariqah. Faham moderat mereka dapat dilihat di ajaran-ajarannya sebagai berikut; (1) Orang Islam yang tidak sefaham dengan mereka bukanlah mukmin dan bukan pula musyrik tetapi kafir. Maka orang Islam yand demikian boleh melakukan perkawinan dengan orang Islam lain, dan hubungan warisan, shahadat mereka dapat diterima dan membunuh mereka adalah haram (2) Daerah Orang Islam yang tak sefaham dengan mereka adalah kafir (3) ”Dar Tawhid” yakni daerah yang meng Esakan Tuhan, kecuali camp pemerintah. Mereka boleh diperangi karena menurut mereka camp pemerintah adalah daerah orang kafir (4) Orang Islam yang melakukan dosa besar adalah muwahid, orang yang meng Esakan Tuhan tetapi bukan mukmin, dan kalaupun mereka kafir tetapi hanya kafir ni’mah dan bukan kafir rullah (5) Yang boleh dirampas dalam perang hanyalah kuda dan senjata, harta seperti  emas dan perak harus dikembalikan kepada yang punya kecuali bila dia sudah mati. (Harun Nasution, 1986: 20).
Kemudian pendapat golongan Ibadiah yang terpenting adalah bahwa semua yang di wajibkan Allah terhadap makhluknya merupakan gambaran dari iman. Pendapat golongan ini jauh lebih moderat bila dibandingkan dengan golongan-golongan lain dari beberapa sekte al-Khawarij. Sikap moderat ini membuatnya tetap bertahan dan hidup sampai sekarang, terutama di Oman, Jazirah Arabiah, Afrika Utara dan banyak ditempat lain. Sementara golongan radikal telah hilang dalam pelukan sejarah. Namun demikian, pengaruh pemikiran mereka masih tetap ada sampai masa kini.

D.    Ajaran Pokok Khowarij
Diantara ajaran pokok Khawarij berkisar tentang masalah kekhalifahan atau politik ketatanegaraan, dosa besar, kafir dan amal perbuatan umat Islam antara lain;
(1) Khalifah tidak mesti berasal dari suku Quraisy, siapa saja yang mapunyai kapasitas untuk menjadi khalifah  dan bisa berlaku adil dapat dipilih, apabila tidak mampu wajib dijatuhkan. Dan khalifah tidak bersifat turun temurun. Pendapat ini akhirnya dianut oleh Ahli Sunnah
(2) Orang Islam yang melakukan dosa besar adalah kafir. Dosa besar yang dimaksud kaum Khawarij adalah orang yang bertahkim tidak dengan Al-qur`an, berzina dan memakan harta anak yatim serta tidak sefaham dengan mereka dinyatakan kafir, Untuk menentukan kafir atau tidaknya seorang muslim tergantung pada amal perbuatannya. Sungguhpun seseorang telah bersahadat, tetapi melanggar ketentuan agama maka dihukum kafir (Harun Nasution, 1979:96).
I’tiqad kaum Khawarij banyak sekali yang bertentangan dengan I’itikad Ahlisunnah wal jamaah seperti persoalan khalifah, persoalan ummul mu’minin Sitti Aisyah Rda, persoalan cap kafir, masalah keimanan, masalah orang sakit dan orang tua, dosa kecil dan dosa besar, masalah anak-anak orang kafir, dan masalah orang-orang yang paling buruk.
Secara lebih rinci, ajaran-ajaran pokok golongan ini adalah:
1.      Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam.
2.      Khalifah tidak harus berasal dari keturunan suatu suku, bangsa atau keturunan  Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi Wa Sallam (bangsa Arab) saja, bahkan dari kalangan mana saja. Dengan demikian setiap orang muslim berhak menjadi khalifah apabila sudah memenuhi syarat.
3.      Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syari’at Islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh kalau melakukan kezaliman.
4.      Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, Utsman) adalah sah, tetapi setelah tahun ketujuh dari masa kekhalifahannya Utsman dianggap telah menyeleweng.
5.      Khalifah Ali adalah sah tetapi setelah terjadi arbitrase (tahkim), ia dianggap telah menyeleweng.
6.      Mengharuskan seorang khalifah berbuat adil dan menetapi syariat Islam.
7.      Khalifah yang dianggap telah menyimpang dari syariat Islam wajib diturunkan, bila perlu secara paksa dan dibunuh.
8.    Melakukan pemberontakan kepada Khalifah yang mereka anggap dzalim dan tidak adil.
9.    Muawiyah dan Amr bin Ash serta Abu Musa Al-Asy’ari juga dianggap menyeleweng dan telah menjadi kafir.
10.  Pasukan perang Jamal yaitu Aisyah, Thalhah, dan Zubair yang melawan Ali adalah kafir.
11.  Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim dan dia bisa disebut kafir, sehingga harus dibunuh. Yang sangat anarkis (kacau) lagi, mereka menganggap bahwa seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan risiko ia menanggung beban harus dilenyapkan pula.
12.  Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam Dar al-Harb (negara musuh), sedang golongan mereka sendiri dianggap berada dalam Dar al-Islam (Negara Islam).
13.  Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng.
14.  Adanya wa’ad dan wa’id (orang yang baik harus masuk surga, sedangkan orang yang jahat harus masuk ke dalam neraka).
15.  Memalingkan ayat-ayat Al-quran yang tampak mutasabihat (samar).
16.  Quran adalah makhluk.
17.  Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan.
18.  Membolehkan membunuh golongan di luar kelompoknya.























14
 
BAB  III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari analisis di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1.      Kaum khowarij muncul pertama kali sebagai gerakan politis yaitu berawal dari sebuah peristiwa perang siffin antara A’li bin Abi Thalib dengan pasukan oposisi yang dipimpin oleh Muawwiyah, dimana sebagian pasukan ‘Ali bin Abi thalib ada yang keluar karena peristiwa arbitrase, yang kemudian beralih menjadi gerakan teologis, sehingga Khawarij menjadi aliran dalam teologi Islam yang pertama, kaum khawarij dikenal sebagai sekelompok orang yang melakukan pemberontakan terhadap imam yang sah yang diakui oleh rakyat (ummat).
2.      Sebagai gerakan teologis Khowarij terbagi menjadi beberapa sekte, yaitu Al Muhakkimah, Al Azariqoh, Al Nazdad, Al Jaridah, Al Sufriyah, dan Al Ibadiyah.
3.      Ajaran – ajaran Pokok Aliran Khowarij adalah :
(1) Khalifah tidak mesti berasal dari suku Quraisy, siapa saja yang mapunyai kapasitas untuk menjadi khalifah  dan bisa berlaku adil dapat dipilih, apabila tidak mampu wajib dijatuhkan. Dan khalifah tidak bersifat turun temurun.
(2) Orang Islam yang melakukan dosa besar adalah kafir. Dosa besar yang dimaksud kaum Khawarij adalah orang yang bertahkim tidak dengan Al-qur`an, berzina dan memakan harta anak yatim serta tidak sefaham dengan mereka dinyatakan kafir, Untuk menentukan kafir atau tidaknya seorang muslim tergantung pada amal perbuatannya. Sungguhpun seseorang telah bersahadat, tetapi melanggar ketentuan agama maka dihukum kafir (Harun Nasution, 1979:96).

B.     Saran
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan mengingat keterbatasan penyusun. Kritik dan saran yang konstruktif dari teman – teman pembaca khususnya Bapak dosen, selaku Dosen Pengampu teramat sangat diharapkan demi perbaikn dan kesempurnaan makalah  ini.

 
Semoga penyajian makalah ini dapat memberikan pemahaman  bagi kita semua seputar Kaum Khowarij dan Ajarannya. 
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Sirajuddin. 1992. I’Tiqod Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Jakarta: Radar Jaya
Abu Zahrah, Muhammad. Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam, Cet. I; Jakarta: Logos, 19
Al-Syahrastani, al-Milal wa al-Nihal, Jilid I. Kairo : Mustafa al-Baby al-Halabiy, 1967.
Amin, Ahmad. Duha al-Islam Juz III. Cet. VIII, t.d.
An-Najjar, Amir. 1992.  Al- Khawarij, Aqidatan , Fikratan, wa Falsafatan (diterjemahkan oleh Suhardi Khattur) CV.Pustaka Mantiq,  Solo
Ash-Shiddieqy, T. M. Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid / Kalam. Jakarta: Bulan Bintang, 1992.
Departemen Agama RI. 1990.  Al-Quran dan Terjemahannya. Jakarta
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994.
Fauzi Abbas, KH. Sirajuddin. 1991.  I’itiqod Ahlussunnah Wal-Jam’ah. Jakarta: Pustaka
Tarbiyah.
Glasse, Cyril. Ensiklopedi Islam. Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada, 1999.
Hasymy, A. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta : Bulan Bintang, 1979.
Hanafi, Ahmad. 1995.  Pengantar Teologi Islam.  Jakarta: Al- Husna Zikra
Murodi. 20011. Rekonsiliasi Politik Ummat Islam. Jakarta: kencana
Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam Aliran- Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta: Universitas Indonesia Press
Nasution, Harun. 1979. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya.  Jakarta: UI Press
Nasution, Harun. Teologi Islam : Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986.
Soetrisno, Loekman et.al. Teologi Pembangunan Paradigma Baru Pemikiran Islam. Jakarta : Menara Mas Offset, 1989.
Syihab, Tgk. H.Z.A. Aqidah Ahlus Sunnah. Cet. I; Jakarta ; Bumi Aksara, 1998.
Watt, W. Montgomery. Theology and Philosophy, diterjemahkan oleh Umar Basalim dengan judul Pemikiran Teologi dan Filsafat Islam. Cet. I; Jakarta: P3M, 1987.
Ya`kub, Tasman. 2004. Perkembangan Pemikiran Islam. Padang: IAIN IB Press
Zar, Sirajuddin. 2003. Teologi Islam Aliran dan Ajarannya. Padang: IAIN IB Press



i
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar